Rabu, 29 Agustus 2007

Jalan Sehat Minggu Pagi

Mensana in corpore sana. Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa/pikiran yang sehat/waras.

Ungkapan yang mengingatkan kita akan pentingnya menjaga tubuh agar senantiasa tetap sehat/bugar untuk menunjang seluruh aktifitas. Sehat memang bukan berarti segalanya, tetapi tanpa kesehatan, segalanya tidak berarti…. (betul ndak ya…., betul gitu aja, gitu aja koq repot).

Nah kembali ke laptop.

Menyadari akan pentingnya tubuh yang sehat dan dalam rangka menyambut HUT RI ke 62, jajaran Depdagri dan keluarga pada tanggal 26 Agustus 2007 (hari Minggu pagi) melaksanakan olah raga jalan sehat.

Aku tentunya ikut juga, bangun pagi jam 5, doa pagi (yang ini harus dong), mandi, ganti pakaian olahraga ( ehm… kaos hijaunya baru beli lho, belum dapat jatah dari PUM, udah kehabisan stok kali. Hijaunya gak sama persis sih , tapi berusaha sewarna dengan hijonya kaus olah raga korps Diten PUM….he..he…he…). Minum teh manis panas and go to Kantor Pusat Depdagri (Jl. Medan Merdeka Utara No. 7). Jam 6.30 di pertigaan jalan Jaksa dan Kebon Sirih, biasanya ojek banyak yang nongkrong, pagi itu kog ndak ada ya, pada kemana?????…. Akhirnya aku jalan kaki melewati Monas, kan niatnya juga olah raga pagi, Cape deeehhhh…. Tiba di Depdagri, peserta udah siap di barisan. Cari barisan Ditjen PUM (gampang carinya, warna bajunya menyolok sendiri, hijau…biru dongker), komponen lain nuansa merah putih atau warna biru gelap dan putih. Nah, aku sempatkan jadi tukang foto, (diabadikan gitu… siapa tau kegiatan beginian hanya sekali setahun….. yang pasti sekali setahun, alasannya cari tau sendiri ya…. Tuh di bagian atas jelas).

Setelah pengarahan dari Bu Sekjen Depdagri, doa dan start yang ditandai dengan pengangkatan bendera start oleh bu sekjen. Pesera melangkahkan kaki memulai rute jalan sehat (atau tepatnya jalan santai kali ya….) dari Depdagri mengarah ke jalan Tamrin berputar di bundaran HI dan kembali ke Depdagri.

Di seputaran Monas, kegiatan aksi “selamatkan lingkungan” dijalankan oleh Siswi SMA Santa Ursula, berbaris dengan membawa spanduk/pesan pesan pentingnya penyelamatan lingkungan. Ada juga pesan lewat musik berjalan menyuarakan untuk peduli akan hidup yang lebih baik di bumi yang lestari. Ada pembagian sapu tangan putih dengan bordiran rupa bumi di bagian pojok. Jangan gunakan tissu, tissu menambah tumpukan sampah. Demikianlah pesan aksi mereka. Keren juga ya…..

Kembali lagi ke lap top…..

Di Bundaran HI, ternyata udah rame, masyarakat Jakarta juga peduli akan arti pentingnya olah raga dan kesehatan, ikut jalan kaki, sepeda-an, eh… sekelompok anak muda melintas dengan skate board, wah…cepat juga. Nah… kupon door prize nya dimasukkan di kotak yang sudah disediakan panitia. Ternyata, banyak juga teman-teman dari PUM yang nitip, walah…walah..walahhhhh… jalan sehatnya arah kemana? He..he…he… Instansi lain juga memanfaatkan momen HUT RI ini untuk olah raga dan kegiatan yang lain, semuanya bertemu di Bundaran HI. Eh… ada yang menarik… di sekitar pedestrian seputaran HI sekelompok pencinta sepeda onthel pada ngumpul lengkap dengan asesoris kuno topi, blangkon, beskap, sarung, pokoke menarik sekali. Ada race sepeda onthel kali ya….

Sekitar 1 jam 15 menit, kembali ke Depdagri, duduk nongkrong sambil menikmati snak (roti unyil dan gorengan yang dibeli Pak Priyono + minum aqua 3 gelas….seger..ger..ger…). Mungkin peserta yang lain butuh waktu 2 jam kali untuk kembali, jalannya terlalu santai…. Yah namanya juga jalan santai bareng keluarga menikmati udara pagi Jakarta.

Jam 10.00, dimulai beberapa acara hiburan, nyanyi, paduan suara (eh..ada lagu batak Sibangbakari jula-jula (sissi sibatu manikam diparjoget sor ma digottam dinamanginani……….dst….), senam Bang SMS siapa ini bang….. SKJ 2004 (wah senamnya cocok untuk manula, gak enerjik, kemayu….). Trus pengundian door prize… seru dan rame. Banyak yang harap-harap nomor kuponnya yang dipanggil. Barangkali hadiah door prize yang pemicu semangat untuk ikut jalan sehat (bukan untuk sehatnya).

Jam 11.30, undian terakhir diumumkan….. peserta pulang.

Pulangnya jalan kaki juga, lewat Monas. Lapar juga, beli makan di Warteg Jaksa Indah. Kelar makan, ngantuk, eh…ketiduran. Bangun jam 3 sore, siap-siap kebaktian sore. Thanks God.

Demikian seKILAT info Jalan Sehat Depdagri.

Selasa, 21 Agustus 2007

Cuplikan dari Rapat Pembahasan RPP Kepulauan



Saya pernah janji untuk melaporkan hasil pembahasan RPP Kepulauan, yang dilaksanakan oleh Subdit Batas Antar Daerah Ditjen PUM, Depdagri pada tanggal 31 Juli - 1 Agustus 2007 di Hotel Mercure Rekso. Jakarta. Kegiatan ini diikuti oleh beberapa Provinsi (sebenarnya seluruh Pemerintah Provinsi diundang, terutama Provinsi yang mendeklarasikan diri sebagai Provinsi Kepulauan). Pelaksanaan rapat ini, didasarkan atas tuntutan 7 Provinsi (Provinsi Kepulauan) yang menginginkan penetapan luas lautan berdasarkan hukum laut UNCLOS 1982 (Konvensi Hukum Laut PBB 1982). Artinya luas laut dengan penarikan garis batas yang menghubungkan antar pulau terluar dari Provinsi sejauh 12 mil laut, termasuk kewenangan di dalamnya. Padahal dalam UNCLOS 1982 tersebut hanya mengakui hak Negara nusantara (Archipelagic State) untuk menarik garis-garis pangkal lurus nusantara (Archipelagic Straight Baselines) yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar Negara nusantara Indonesia sesuai dengan Deklarasi Juanda 13 Desember 1957, dengan ketentuan-ketentuan tertentu.
Materi bahasan adalah :
1. Aspek Hukum Daerah Kepulauan ditinjau dari segi Hukum (Penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), oleh Prof. Maria Farida.
2. Beberapa Pronsip Hukum Laut dan Implikasinya bagi Daerah Kepulauan/Gugusan Pulau-pulau, oleh Prof. Hasjim Djalal, M.A.
3. Perhiyungan Luas Wilayah Daerah Kepulauan/Gugusan Pulua-pulau ditinjau dari aspek Peta Laut, oleh Kajanhidros,
4. Perhitungan Dasar DAK/DAU bagi Daerah Kepulauan, oleh Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan, Diten OTDA Depdagri.
Pelaksanaan rapat prmbahasan RPP kepulauan ini didasarkan adanya pengakuan dunis internasional melalui UNCLOS 1982 bahwa Indonesia merupakan Negara Kepulauan, sehingga Laut sebagai Wilayah memegang peranan strategis bagi Bangsa Indonesia.Sebagai implementasinya, Daerah mempunyai kewenangan di darat dan kewenangan pengelolaan di wilayah laut sebagaimana Pasal 4 beserta penjelasannya dan Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Adanya dinamika di lapangan, dengan munculnya gagasan dari Pemerintahan Daerah Kepulauan/Gugusan Pulau-pulau agar cakupan wilayah Daerah Kepulauan/Gugusan Pulau-pulau penentuan luas wilayahnya didasarkan atas prinsip Negara Kepulauan.

Indonesia merupakan negara Kepulauan, di mana Laut sebagai wilayah memegang peranan penting yang memiliki makna dan fungsi yang sangat berarti bagi Bangsa Indonesia. Salah satu persyaratan mutlak yang harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Deklarasi Juanda 13 Desember 1967, memiliki nilai strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep wawasan nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara sebagai pemersatu Bangsa Indonesia, sukan sebagai pemisah, yang merupakan wilayah kedaulatan mutlak NKRI. Selanjutnya konsep ini diakui oleh dunia internasional. (UNCLOS 1982). Hal ini berimplikasi pada tanggung jawab besar kepada Indonesia untuk mengelola laut, karena Laut merupakan sumber perekonomian negara, Laut merupakan daerah perbatasan dengan negara tetangga (kepentingan regional perbatasan),Bagi Kepentingan Internasional Laut merupakan Perairan Vital yang dapat berpengaruh pada perdagangan, kepentingan pertahanan global dan keseimbangan ekosistem laut. Oleh karena itu terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan laut sebagai wilayah, yaitu :
1. Eksternal, yaitu bagaimana menata batas maritim dengan negara tetangga sesuai dengan ketentuan internasional yang berlaku, seperti laut teritorial, zona tambahan, ZEE dan Ladas Kontinent.
2. Internal, yaitu menata wilayah laut, khususnya batas-batas peruntukan lahan laut sebagai suatu pengaturan pemanfaatan lahan lut seperti fungsi ekonomi, pertahanan dan keamanan serta konservasi yang mengakomodasi semua kepentingan dengan tetap mengutamakan asas persatuan dan kesatuan bangsa.

Perlu dipedomani segala ruang hukum yang terkait dengan wilayah indonesia sebagai archipelagic state yang memiliki 6 (enam) dari 8 (delapan) wilayah laut yang diatur menurut hukum laut yaitu : laut teritorial, laut pedalaman, laut kepulauan, zona tambahan, zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen, sehingga UNCLOS 1982 memberikan kepada Indonesia memiliki 3 (tiga) ruang yaitu :

1. Ruang kedaulatan, dimana negara memiliki kedaulatan penuh sampai dengan laut teritorial

2. Ruang kewenangan, dimana negara memiliki kedaulatan tertentu di zona tambahan antara lain untuk pertahanan dan keamanan, zona ekonomi ekslusif untuk penelitian dan eksploitasi sumber daya alam dan landas kontinen untuk eksploitasi sumber daya alam.

3. Ruang kepentingan yaitu ruang wilayah indonesia yang menjadi kepentingan internasional dan di wilayah laut negara lain dan di laut bebas yang menjadi kepentingan indonesia

Implikasi adanya ruang hukum tersebut di atas adalah bahwa UNCLOS 1982 tidak mengatur hubungan antara satu daerah dengan pemerintah daerah di negara lain, atau antar pemerintah daerah. Oleh karena itu, urusan laut merupakan urusan negara yang dalam hal ini adalah pemerintah pusat (pemerintah)

Untuk jelasnya, di sini aku lampirkan materi bahasan Prof. Dr. Hasjim Djalal, M.A. sebagai salah satu Narasumber dalam rapat tersebut.

BEBERAPA PRINSIP HUKUM LAUT DAN IMPLIKASINYA BAGI DAERAH KEPULAUAN /GUGUSAN PULAU-PULAU

1. Dalam undang-undang otonomi daerah, Indonesia telah memberikan wewenang kepada daerah propinsi dan kabupaten / kota untuk mengelola laut sejauh 12 mil dan 4 mil masing-masing dari garis pantai pulau-pulaunya.Ketentuan ini jauh melebihi ketentuan dalam Negara federalpun, seperti Amerika Serikat dan Australia yang hanya memberikan wewenang tersebut sepanjang 3 mil dari pantai. Negara-negara European Union malah telah menyerahkan pengelolaan beberapa ketentuan hukum laut kepada European Union seperti masalah ZEE.

2. Dalam Undang-undang nomor 22/1999 dan Undang-undang nomor 32/2004 (pasal 18 ayat 4) dinyatakan bahwa 12 mil atau sepertiganya (4 Mil) diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau keperairan kepulauan, dan dalam ayat 5 nya dinyatakan bahwa kalau antara 2 provinsi jaraknya kurang dari 24 mil maka kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut dibagi sama jarak, dan untuk kabupaten/kota “memperoleh sepertiga dari kewenangan provinsi dimaksud.’’ Tidak ada ketentuan pasal-pasal undang-undang otonomi daerah yang menyebutkan tentang perairan daerah kepulauan.

3. Konvensi hukum laut PBB 1982 hanya mengakui hak Negara nusantara (Archipelagic State) untuk menarik garis-garis pangkal lurus nusantara (Archipelagic Straight Baselines) yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar Negara nusantara Indonesia sesuai dengan Deklarasi Juanda 13 Desember 1957, dengan ketentuan-ketentuan tertentu. Indonesia adalah satu gugus kepulauan,dan karena itu diperkenankan menarik garis pangkal lurus nusantara yang mengelilingi seluruh nusantara Indonesia.Tidak ada ketentuan yang membolehkan provinsi, apalagi kabupaten dan kota yang memperkenankan mereka menarik garis pangkal lurus nusantara sebagai suatu konsep hukum. Memang ada usaha dari beberapa Negara untuk memperlakukan prinsip-prinsip kesatuan nusantara tersebut terhadap gugus-gugus pulau dari sesuatu Negara(Archipelago of a State),seperti usul-usul India terhadap kepulauan Andaman dan Nicobar, keinginan Yunani terhadap kepulauannya di laut Aegea, dan keinginan Negara Bagian Hawai untuk diberi kewenangan yang sama. Semua usul ini ditolak oleh konferensi hukum laut PBB dan karena itu tidak dimuat dalam UNCLOS 1982.

4. Karena itu pasal 47 UNCLOS 1982 hanya berlaku untuk Negara Nusantara/ Negara Kepulauan (Archipelagic State), bukan gugus pulau kepunyaan suatu Negara (Archipelago of a State). Memang ada gugus pulau sebagai konsep geografis didalam pasal 46 (b). Justru berdasarkan konsep Archipelago itulah dimunculkan konsep Archipelagic state. Karena itu jika suatu Negara kepulauan terdiri dari lebih dari satu gugus pulau yang jaraknya sangat jauh dari gugus pulau lainnya atau pulau-pulaunya diluar gugus pulau terletak sangat jauh ( lebih dari 100 mil ), maka Negara tersebut dapat dinyatakan sebagai Negara Nusantara yang terdiri dari satu atau lebih gugus pulau atau pulau lainnya seperti dinyatakan dalam pasal 46 (a). Contohnya adalah Fiji yang terdiri dari dua archipelago. Tetapi perairan yang terletak antara dua archipelago tersebut adalah perairan laut bebas. Indonesia tidak bersedia dianggap mempunyai lebih dari satu gugus pulau karena dengan demikian akan mengakui adanya laut bebas diantara pulau-pulau Indonesia. Itulah hakekat dari Deklarasi Juanda 1957 yang kemudian setelah perjuangan yang sangat berat dan panjang diakui dalam UNCLOS 1982 sebagai satu archipelago / gugus pulau dari Sabang (sesunguhnya dari Pulau Rondo) sampai ke Merauke.

5. Disamping itu, UNCLOS 1982 dalam pasal 49 mengakui Kedaulautan (sovereignty) Negara Nusantara atas perairan Nusantara / Perairan Kepulauan, yang mencakup juga ruang udara diatasnya serta dasar laut dan tanah dibawahnya dan seluruh kekayaan alamnya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan konvensi UNCLOS 1982. Tidak jelas dalam RPP tersebut hakekat dari kewenangan Daerah Kepulauan atas perairan Kepulauan yang dituntutnya. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan dugaan-dugaan yang tidak menyenangkan, apalagi karena hanya menyalin dari ketentuan-ketentuan UNCLOS 1982 yang dimaksudkan untuk Negara Indonesia , bukan untuk Propinsi, Kabupaten , maupun Kota.

6. Karena itu konsep Daerah Kepulauan sangat tidak sejalan dengan konsep Negara Nusantara dan Negara Kesatuan . Karena itu sangat berpotensi untuk memecah dan menghilangkan konsep Negara Kesatuan yang ber-Wawasan Nusantara. Membaca isi dan ketentuan-ketentuan yang dinyatakan dalam pasal-pasal RUU tentang PENETAPAN LUAS WILAYAH DAERAH KEPULAUAN ATAU GUGUSAN PULAU-PULAU terkesan sangat kuat bahwa draft RUU tersebut banyak menyalin dari ketentaun-ketentuan Undang-Undang Nomor 6/ 1996 yang berasal dari ketentuan UNCLOS 1982. Misalnya, ketentuan yang menyatakan bahwa Daerah dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan sepanjang 100 mil laut dengan kemungkinan 3 % dari jumlah garis pangkal lurus-nya ditetapkan bisa mencapai 125 mil seperti disebutkan dalam pasal 23 , dan bahwa lebar laut Daerah Propinsi yang 12 mil dan lebar Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di laut selebar 4 mil diukur dari garis pangkal gugusan pulau Daerah Propinsi kepulauan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam pasal 12 ayat 1. Kalau ini diterapkan , maka habislah perairan Nusantara/ perairan Kepulauan Indonesia dibagi-bagi oleh Propinsi Kepulauan. Dan kalau Propinsi Kepulauan dapat melakukan hal ini, tentunya Propinsi lainnya juga akan dapat menuntut hal yang sama karena seluruh Indonesia adalah Satu Kepulauan yaitu Satu Gugus Kepulauan Nusantara. Pasal-pasal dalam RUU ini seolah-olah berarti bahwa Daerah Propinsi / Kabupaten / Kota hendak menyamakan kedudukannya dengan NKRI yang Berwawasan Nusantara sebagai Negara Kepulauan. Sikap ini sangat berbahaya bagi kelanjutan NKRI dan Negara Kepulauan yang bercirikan Nusantara.

7. Tambahan pula, dalam konsep Negara Nusantara / Negara Kepulauan sebagaimana ditetapkan dalam UNCLOS, diakui adanya hak-hak Negara lain melalui perairan nusantara / perairan kepulauan seperti hak lintas laut nusantara untuk pelayaran dan penerbangan International melalui alur-alur laut nusantara, hak Negara lain memelihara kabel-kabel bawah laut, hak perikanan tradisional Negara-negara tetangga tertentu sesuai dengan pengaturan tersendiri, hak-hak lainnya, seperti hak atas Zona Tambahan , Landas Kontinen dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) diluar perairan kepulauan. Bisa dipertanyakan apakah dengan mengklaim perairan daerah kepulauan, bagaimana kedudukan hak-hak negara lain tersebut atas perairan daerah kepulauan, dan apakah daerah juga akan menuntut hak-hak tertentu lainnya atas Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen diluar perairan daerah kepulauannya. Bisa dibayangkan bahwa dengan permintaan tersebut akan hancurlah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bercirikan Nusantara, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 25 A Undang – Undang Dasar 1945.

8. Konsep ‘’ kepulauan propinsi/kabupaten/ kota “yang meminta adanya perairan kepulauan adalah konsep yang secara halus dapat bersifat separatis/federalis yang berbahaya yang tidak perlu diakui , apalagi jika hal tersebut ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan. Konsep ini dapat meng-’hijack’ Wawasan Nusantra NKRI dan tidak sejalan dengan Deklarasi Juanda untuk mempertebal rasa kesatuan kebangsaan , kesatuan kewilayahan dan kesatuan kenegaraan Indonesia.

9. Sayangnya Penjelasan pasal 4 ayat 2 Undang- Undang nomor 32 / 2004 seolah - olah mengiming-imingi daerah untuk mencoba memakaikan ‘prinsip negara kepulauan terhadap’ daerah yang berupa kepulauan atau gugusan pulau-pulau dalam penentuan luas wilayah. Kiranya perumusan ini dimaksudkan untuk keperluan kewenangan menyelengarakan urusan pemerintahan dan hal hal yang terkait dengan urusan itu seperti dinyatakan dalam batang tubuh pasal 4 ayat 2. Sungguh disayangkan perumusan pasal tersebut yang : maksimal dapat diartikan kebablasan, minimal dapat diartikan kurang memahami ketentuan–ketentuan UNCLOS 1982 dan jiwa dari Deklarasi Juanda 1957 serta prinsip kesatuan kewilayahan NKRI dan peranan laut sebagai penghubung dan pemersatu bangsa, bukan sebagai pemecah belah kesatuan bangsa sebagaimana terjadi di zaman penjajahan.

Jakarta, 29 Juli 2007

ttd

Prof. Dr. Hasjim Djalal, M.A.




Senin, 20 Agustus 2007

Kemeriahan 17 an



17 an .... itulah kata yang sering dikonotasikan dengan serangkaian acara dalam nenyambut dan memeriahkan peringatan hari kemerdekan Indonesia yang tahun ini jatuh pada peringatan ke 62. menjelang tanggal 17 Agustus, nuansa merah putih semakin kental, pesona merah putih menghiasi setiap bangunan, rumah, mobil, ornamen-ornamen taman jakarta. Tentu saja hal seperti ini juga terjadi di seantero wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Masyarakat Jakarta....sangat antusias, serangkaian kegiatan (seperti pada tahun-tahun sebelumnya) mengadakan berbagai macam perlombaan.
Di seputaran jalan Jaksa, Kebon Sirih, kemeriahan itu sudah menggaung sejak malam tanggal 16. Ada beberapa pengumuman yang disuarakan, upacara, lomba tiup balon, sepak bola pake daster, lomba makan kerupuk, joget pasangan dengan jeruk, joget dengan balon, memasukkan paku ke dalam botol, menendang bola dengan terong yang digantung di antara kaki dan karnaval kereta hias anak-anak.
Usai peringatan detik-detik proklamasi, pesta lomba 17-an dimulai. Anak-anak menjadi peserta lomba yang dominan. Dimulai dengan karnaval kereta hias anak-anak, menarik dengan asesoris warna yang bervariasi, menjadi awal perta kemeriahan 17 an di jalan Jaksa. Yang unik, para orang tua yang lebih ribut, mendorong kereta, membujuk anaknya agar tetap duduk manis di keretanya. Teriakan menyemangati yang terus diberi penonton, yang terkadang menbuat anak-anak takut dan menangis....lucu... akhirnya ibu-bapa nya turun tangan dengan bujuk rayu hingga anaknya lanjut lagi mengayuh kereta hiasnya.
Para expatriat juga turut ambil bagian dalam pesta 17 an di jalan jaksa. Asesoris merah putih lengket di kepala dan pipi, makin cantik aja..... Teriakan mereka menambah suasana lain. Wah.. mereka justru lebih semangat, tidak menghiraukan panas terik matahari yang sangat, menusuk-nusuk kulit. Tetap aja mereka berteriak yang lantang memberi semangat kepada anak-anak yang lomba niup balon, makan krupuk, masukkan paku ke dalam botol dan nendang bola dengan terong. Mimik peserta lomba penuh kegembiraan, wajah lucu lomba joget pasangan pake jeruk dan balon. Ehh..ternyata oma-oma ikut juga. Dengan diiringi lagu dangdut yang hingar bingar, mereka meliukkan badan mengikuti irama gendang. Berusaha bertahan hingga jeruk atau balon tetap dempel di antara kepala pasangan joget. Semua merasa menang, tidak ada yang kalah. Yang utama partisipasi ikut memeriahkan 17 an.
Sepak bola (di jalan Wahid Hasyim depan RM Babe Lyli). Peserta pake daster, dan beberapa expatriat ikut bermain. Tapi, aku tidak menemukan lomba panjat pinang....... Yang pasti 17 an di Sekitar jalan jaksa sangat meriah.

Kamis, 16 Agustus 2007

Dirgahayu RI

17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2007

Dirgahayu Indonesiaku.....
Doaku selalu terpanjatkan kepada Tuhan semoga KAMU jaya sampai ujung usia jagad ini.
Merdeka.......
Pekik mengharu melahirkan semangat juang yang tidak kenal gentar.
Memberi diri untuk satu arti hidup pada masa seribu tahun
Sekali berarti setelah itu mati.

Merdeka......
Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya....
Pengorbanan putra terbaikmu pada masa lalu, memberi jalan buat generasiku untuk leluasa berkarya pada masa kini dan seterusnya.
Darah yang tercurah mengukir prestasi "Merdeka" di tanah tumpah darah
Merdeka untuk selamanya.
Jayalah Indonesiaku

Suasana tegang....Penyerahan Permendagri 29/2007

Kangen aku menuliskan beberapa kejadian kemarin di tempat kerja. Ada beberapa moment yang sudah terlewatkan, ingin berbagi cerita, tetapi waktuku baru kali ini bisa mencurahkannya lewat blog ini.

Setelah sekian tahun diproses, akhirnya Permendagri No. 29 tahun 2007 tentang Batas Daerah Kabupaten Deli Serdang dengan Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara akhirnya diterbitkan juga pada tanggal 20 Juni 2007. Pro dan Kontra sudah terjadi sejak awal pembentukan Kab. Serdang Bedagai (UU No 36 Tahun 2003). Ada bagian wilayahnya Serdang Bedagai (Sergai) (9 desa) yag masih ngotot untuk tetap masuk dalam wilayah induk (Kab. Deli Serdang). Rentetannya begini :

Kabupaten Serdang Bedagai dibentuk berdasarkan UU No. 36 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara. Sesuai dengan pasal 4 poin l UU No. 36 tahun 2003 disebutkan bahwa Kecamatan Bangun Purba yang terletak di sebelah Timur Sungai Buaya merupakan wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Selanjutnya daerah tersebut (9 desa) dibentuk menjadi Kecamatan Silinda Kabupaten Serdang Bedagai.

Berdasarkan pasal 6 UU No. 36 tahun 2006 disebutkan bahwa Kabupaten Serdang Bedagai sebelah barat berbatasan dengan Sungai Ular dan Sungai Buaya. Sesuai dengan fakta di lapangan, letak posisi dari 9 (sembilan) desa tersebut berada diantara Sungai Buaya dan Sungai Bane, tegasnya 9 (sembilan) desa tersebut sebelah barat masing-masing dengan Sungai Buaya dan sebelah timur dengan Sungai Bane. Sungai Bane ini bermuara di Sungai Buaya yang menjadi batas alam antara Kecamatan Bangun Purba dengan Kecamatan Kotarih (wilayah Kabupaten Serdang Bedagai). Oleh sebab itu kecamatan Bangun Purba yang terletak di sebelah Timur dari Sungai Buaya dan Kecamatan Galang yang terletak di sebelah Timur dari Sungai Ular merupakan bagian dari wilayah Kab. Serdang Bedagai.
Selanjutnya mengacu kepada pasal 6 ayat (4) UU Nomor 36 Tahun 2003 dinyatakan bahwa penentuan batas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai secara pasti di lapangan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Menindaklanjuti amanat pasal 6 ayat (4) UU Nomor 36 tahun 2003 telah diterbitkan Permendagri Nomor 29 Tahun 2007 tentang Penegasan Batas Daerah antara Kabupaten Serdang Bedagai dengan Kabupaten Deli Serdang tanggal 20 Juni 2007. Permendagri tersebut akan segera diserahkan dalam waktu dekat kepada Pemerintah Kab. Serdang Bedagai dan Pemerintah Kab. Deli Serdang.

Namun demikian dalam prosesnya ada aspirasi masyarakat di 9 (sembilan) desa di wilayah Kecamatan Silinda yang tidak ingin bergabung dengan Kab. Serdang Bedagai (Kab. Pemekaran) dan tetap berada dalam wilayah Kab. Deli Serdang (Kab. Induk) dengan alasan utamanya terpecahnya masyarakat adat; padahal batas wilayah administrasi tidak dimaksudkan untuk secara eksklusif mengelompokkan masyarakat adat/etnis tertentu. Kepada perwakilan masyarakat 9 (sembilan) desa di wilayah Kecamatan Silinda yang datang ke Ditjen PUM akhir Juli 2007 telah dijelaskan bahwa jika ada perubahan batas daerah, sesuai dengan UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 7 ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

Acara Penyerahan Permendagri tsb dirancang tanggal 15 Agustus 2007 dengan mengundang Gubernur Sumut dan Kedua Bupati, yang pada pelaksanaannya diwakili oleh Asisten I (Pemerintahan) masing-masing Pemerintah Daerah. Ruangan dan acara sudah dirancang. Para undangan dari instansi Pusat sudah pada menuliskan nama di daftar hadir. Tapi ada yang berbeda, Pengamanan acara tidak seperti biasanya, ada suasana "tegang". Pihak yang tidak setuju dengan Penyerahan Permendagri tersebut, sudah stand by di lobby lt II di dpn ruangan subdit Batas Antar Daerah yang punya gawe. Sebagian sudah sering datang di kantor menyuarakan ketidaksetujuan mereka yang mengaku perwakilam masyakarat Batak Timur (dari Bangun Purba). Wah...ini sebutan baru yang aku dengar sebabai etnis Batak (atau aku yang telmi yah...dengan sebutan itu). Tapi apapun sebutan itu, alasan pemisahan adat-budaya karena pemekaran wilayah adalah tidak betul. Hakekat adat-budaya terletak pada manusianya, bukan tanahnya/daerahnya. Sedangkan tanah/daerah dibagi oleh hukum negara menjadi wilayah-wilayah adminstrasi pemerintahan, bukan menghilangkan nilai luhur budaya manusianya. Pemikiran semacam ini yang tidak dipahami, atau mungkin ada orang tertentu yang berkepentingan dengan daerah tersebut sehingga memprovokasi masyarakat dengan alasan pemisahan adat. Daya nalar yang kurang paham dan provokasi dari luar sehingga membuat brontak emosional. Padahal hakekat pemekaran wilayah itu adalah agar memberi pelayanan masyarakat yang lebih baik dan cepat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi mudah-mudahan masyarakat di 9 desa Kec. Silinda akan paham dan tidak terprovokasi.

nah...kembali ke acara penyerahan permendagri.

Beberapa tokoh (mereka mengaku tokoh) mengajukan keberatan dan bermohon membatalkan Permendagri tersebut. Sempat terdengan suara-suara keras dan berusaha bertemu dengan Dirjen PUM. Terlihat dari posisi mereka yang sudah stan by di depan pintu ruangan Dirjen. Sempat juga aku abadikan dengan beberapa foto. Dengan kelihaian persuasif Lae Bob Sagala.... (thanks for your help) keadaan tetap kondusif, Penyerahan permendagri tetap dilaksanakan walaupun di ruang kerja Dirjen. Penegasan batas daerah sebenarnya adalah amanat dari UU pembentukan daerah itu sendiri, dengan tujuan memberi batasan yang tegas kepada pemerintah daerah dalam membangun daerahnya. Para undangan akhirnya pulang tanpa menyaksikan acara penyerahan, cukup dengan foto aja kali ya..... :).

Dengan kepiawaian Pak Kartiko (Dir WilTas), emosi para tokoh tersebut dapat dikendalikan dalam diskusi di ruang rapat Lt II. Pengalaman beliau menunjukkan klasnya. Walaupun diawal diskusi terlihat emosi yang sangat tinggi dari tokoh perwakilan masyarakat 9 desa, ada hujatan, kepalan tangan, ancaman daerah akan tidak aman, mungkin akan terjadi korban jiwa dll, merinding juga dengarnya........ tapi degan bijak dan sigap Pak Kartiko dapat melayani dan menjelaskan duduk perkaranya dan bagaimana proses serta tindakan prosedural yang harus ditempuh. Salut untuk Pak Kartiko, semoga ilmu beliau tertular ke saya dan rekan-rekanku. Butuh waktu dan pemikiran yang matang hingga mencapai pemahaman sedemikian itu. Semoga.

Semoga juga 9 desa di Kec. Silinda Kab. Serdang Bedagai aman dan maju. Horas-Mejuah-juah





Kamis, 02 Agustus 2007

Catatan awal Agustus.

Hampir satu bulan aku tidak menorehkan pengalaman, aktifitasku di sini. Ada beberapa kesibukan yang sangat menyita waktu dan pikiran. Waktuku terluang untuk pekerjaan, lembur............

Nah, awal Agustus, aku dapat tugas sebagai pembina apel pagi di Ditjen PUM. Program ini merupakan pembelajaran kepada staf untuk lebih siap dengan tanggung jawab yang lebih besar yang akan diemban. Program ini juga dilaksanakan dalam rangka pengkaderan staf dengan nilai-nilai kepemimpinan. Ada yang bilang latihan uji mental.... he...he...he...
Bener juga sih.... ada beberapa teman yang pada gemetaran dan gak bisa tidur. Maklum.... pertama kali berdiri di depan, sebagai pembina apel dan menjadi pusat perhatian yang akan menjelaskan tugas dan keberadaan di subdit masing-masing. Biasanya kan yang "pertama" itu rada seret-seret, masih keset, jadinya sedikit gugup. Tapi kesan pertama itu begitu menggoda, selanjutnya.....pasti lancar he....he....he... (dalam benakku, siapapun yang ingin maju, pasti pengen jadi pemimpin, jadi bos... tapi bos yang bijak)

Tanggal 1 Agustus, aku bangun lebih awal, kuawali aktifitas dengan renungan dan doa pagi. Trus mempersiapkan materi yang akan disampaikan sebagai pembina apel. Tentunya masih terkait dengan tugas saya sebagai staf di Ditjen Pemerintahan Umum, Depdagri.
Dengan langkah mantap, berangkat ke kantor, suasana masih sepi (bisanya aku tiba, udah pada rame, siap-siap apel, padahal tempat tinggal masih di lingkungan kebon sirih.... ah..dasar malas bangun pagi). Tiba di ruang kerja, cek e-mail dan berita tergresss, biar gak ketinggalan info, gitu lho!
7.30 WIB, apel dimulai, dan aku menjalankan tugas, ternyata lancar-lancar aja..... Yang terucap adalah tugas dan kegiatan sehari-hari dan beberapa rangkuman kegiatan serta kedinamisan bertugas di subdit batas Antar Daerah. Menyapa, mengenalkan diri dan riwayat singkat pekerjaan hingga "nongol" di Ditjen PUM. Seklanjutnya adalah penjelasan tugas-tugas dan rentetan pekerjaan yang sedang dan akan digeluti. Termasuk penjelasan beberapa kasus batas daerah dan kegiatan persiapan penyusunan RPP tentang daerah Kepulauan (ntar aku cuplik hasil simpulanya....sabar ya.....). Ternyata aku memberi pengarahan selama 15 menit, dan aku perhatikan Pak Sekretaris, para Direktur dan barisan staf, pada serius di barisan. Mudahmudahan yang aku sampaikan bisa menjelaskan keberadaan dan tugas-tugas serta kedinamisan, semangat yang tercipta di subdit batas antar daerah. Bekerja di subdit batas daerah, seolah-olah bekerja tanpa batas.... berkejar kejaran dengan waktu untuk menuntaskan sengketa batas yang sudah over load. Butuh pemikiran ekstra untuk setiap kasus. Butuh waktu yang tidak singkat untuk penuntasan satu kasus, sementara kasus yang tercatat hampir seratusan kasus BAD ?????? cape deeeh...... Belum lagi daerah2 yang minta segera diverifikasi dan dituntaskan kasus batas daerahnya.
Puji Tuhan, dengan baik aku laksanakan tugas pembina apel (pertama kali, mudah-mudahan berlanjut untuk tugas-tugas yang lebih besar, Jesus.... help me, please bless me courage and wisdom).
Bubar barisan, aku dapat selamat dari Pak Sekreraris dan para Direktur serta rekan-rekan karyawan Ditjen PUM, Pak Norman (Dir. Dekonstrasi dan Kerjasama, sejenak berembuk tentang PP Tegal Brebes apakah dilanjutkan Permendagri, sebaimana salah satu materi yang aku sampaikan...sepertinya kami beda prinsip dalam hal ini......kan demokrasi... perbedaan dihormati....mari diskusikan......)

Nah, kelar apel pagi, aku harus ke Hotel Mercure Rekso, rapat RPP tentang Kepualauan masih berlangsung. Nah... itu dia, pengalaman awal di awal Agustus. Thanks God.