Selasa, 03 Juli 2007

Batas Sulawesi Tenggara - Sulawesi Tengah


Nah...ini cerita seru....

Kali ini perjalananku ke perbatasan Sulawesi Tenggara - Sulawesi Tengah.
Perjalanan ini dalam rangka tugas dari kantor, peninjauan beberapa pilar batas antara kedua daerah. Sebuah goresan sepanjang 15 cm, menjadi kenangan yang akan tersurat selamanya di punggunggku. Ndak tau, sedih atau sen
ang menerima tanda itu di tubuhku.

Ceritanya begini.....

Senin sore (25 Juni 2007), aku bersama Pak Gondo, Be Rere, Mayor Satriya dan Rokhyadi (Bakosurtanal) take off dari bandara Soekarno Hatta menuju Kendari (penerbangan dengan Lion Air, 18.30 WIB). Transit di Makassar trus ke Kendari. (tiba udah tengah malam, sedikit terlambat karena dari jakarta delay 30 menit dan di makassar delay juga 20 menit karena cuaca di kendari hujan.) Rombongan dijemput Pemprov Sulawesi Tenggara, selanjutnya menghantarkan kami ke hotel Imperial, Kendari. Nginap , tidur pulas....capek seharian, pulang kantor langsung terbang, hampir 4 jam perjalanan..uhh....

Selasa pagi (26 Juni 2007), setelah sarapan pagi (ehh..sarapannya cenderung menu jawa, musik yang mengiring irama sunda.....padahal di kendari.... mana musik etnis kendarinya???), kita dijemput, dan langsung ke Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara (sekitar 30 menit dari Imperial hotel). Daerah perkantoran yang rimbun dengan hutan (hutan buatan)... Menurut informasinya.. Gubernur yang sebelumnya terinsfirasi dengan hutan buatan di UGM Yogyakarta. (Alumni Fakultas Kehutanan kali.........) Sangat Asri dan sejuk.

Setelah audensi dengan Sekretaris Prov. Sultra ( Ir. Zainal Abidin, MM) dilanjutkan dengan Diskusi di ruang rapat (cukup representatif) yang diikuti oleh jajaran Pemprov, Sultra, Kanwil BPN dan Komisi A DPRD Prov. Sultra. Sementara dari Prov. Sulteng diwakili oleh kabag OTDA Biro Pemewrintahan PemProv. Sulteng, Kanwil BPN Sulteng. Karo Pemerintahan dan Komisi A DPRD Sulteng tiba menjelang diskusi berakhir. Cukup rame diskusinya, masing2 memberi argumen tentang kebenaran batas menurut daerah masing2. Kadang meluas dari topik bahasan, (di luar masalah 3 pilar yang disengketakan). Posisi Kantor Gube
rnur Sultra aku ukur dengan GPS Garmin 3 plus dengan koordinat 040 01’ 29.1” LS dan 1220 32’ 25.1” BT.

Jam 2 siang pembahasan/diskusi selesai, makan siang, kembali ke hotel dan bersiap ke
lokasi.
Perjalanan panjang (6 jam) dari kendari ke rumah dinas camat Wiwirano. Sangat melelahkan karena kondisi jalan yang cukup sulit. Jalan tanah, lumpur, hujan dan tanjakan. Lokasi yang akan ditinajau terletak di daerah pegunungan. Perkebunan kelapa sawit menjadi pemandangan yang cukup lama. Banyak juga gambaran miris kehidupan penduduk sepanjang jalan. Rumah di pedalaman yang tidak layak disebut rumah hunian (dinding yang menganga, rumah asal jadi, dihuni banyak anak-anak), permukiman kumuh di pesisir pantai. Jauh dari akses. Benar-benar menyedihkan. aku coba untuk berpaling, tetapi gambaran kemiskinan itu selalu menggayut di pikiranku. Tapi sepertinya masyarakatnya sudah terbiasa hidup dengan kondisi ekonomi seperti itu. Mereka cukup kuat menahan cuaca panas di
ngin. Ahh....kapan berobah keadaan seperti ini, sedih...

Mendekati
jam 9 malam, tiba di rumah dinas camat wiwirano (posisi 030 14’ 09.5” LS dan 1220 08’ 45.2” BT)., cukup luas. Pandangan sekitar gelap gulita, ternyata belum tersentuh listrik. Hanya rumah camat yang terang benderang (punya genset sendiri, punya kecamatan kali...). Udara pegunungan, dingin, sejuk. Terasa segar bangat, beda dengan keseharian hirupan udara di jakarta.
Disambut Pak Camat dan istri (cantik juga....he..he..he...), ramah tamah, dilanjutkan makan malam, dengan paduan masakan ikan bakar dan sayur tradisional. Enak buangat, kebetulan lapar skali..... lahap juga aku makan, apalagi sambal colo-colo (seperti dabu-dabu) pedas yang tersaji dipojok meja, menambah nafsu makan..... hitung2 saving tenaga untuk survey besok hari. Kelar makan malam, dilanjutkan
diskusi rencana survey dan tahapan lokasi yang akan disurvey. Ditetapkan, Pilar PBU 14 yang lebih dahulu dan dilanjutkan dengan PBU 13 dan titik2 yang lain jika memungkinkan. Setelah pembagian lokasi kamar tidur, tim menuju kamar masing2. Lagi2 aku satu kamar dengan bosku (Pak Gondo), dan 2 orang dari pemprov Palu.

Nah... besok paginya, aku bangun lebih awal dari Pak Gondo dan 2 rekan lainnya. Susah tidur, karena didominasi suara dengkur yang sahut-sahutan. Mungkin karena capek .....atau kekenyangan kali ye.... Capek pasti!
Mandi dan siap2 dengan pakaian survey, GPS, Kamera dan buku catatan. Dengan mengunakan mobil dinas Karo
Pemerintahan Sulteng (Inova... Pak Karo sendiri yang nyopirin....) jam 7 pagi berangkat ke lokasi PBU 14 setelah melewati titik batas Sultta-Sulsel-Sulteng, menyisiri bukit dan tanjakan. Suasana masih berembun, udara dingin. Pemandangan sangat indah, masuk hutan yang begitu rimbun. Satu jam perjalanan tiba di PBU 14, hujan masih mengguyur (sejak berangkat dari rimah camat). Posisi di pinggir jalan tanah di bagian lembah. Posisi diukur dengan GPS, difoto dari berbagai sisi sebagai dokumentasi. (Jaketku jadi basah, kehujanan). Posisinya 030 05’ 44.7” LS dan 1220 12’ 07.5” BT.

Dari PBU 14 dilanjutkan ke lokasi Watu Sorodadu, sebuah lokasi yang dipandang bersejarah oleh masyarakat Wiwirano/Sultra. jalan tanjakan sekitar 2,5 km. Menurut sejarahnya, Tentara Belanda bersepakat membagi wilayah antara etnis di wilayah tesebut. Sehingga dijumpai beberapa "tutur bahasa" yang mencerminkan kepemilikan wilayah. Menurut mantan kades Tetewatu seharusnya pilar PBU 14 berada di Watu Sorodadu. Posisinya 030 04’ 54.6” LS dan 1220 12’ 59.4” BT. setelah mengabadikan dari berbagai sisi, dilanjutkan ke PBU 13.

Setengah jam perjalanan, tiba di pertigaan, mengarah ke bukit. Hujan masih turun. Mobil inova hanya sebatas itu, kondisi medan tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan. Dengan menggunakan mobil Hardtop
double gardan milik PT Perkebunan setempat, menghantarkan kami ke titik yang maksimal dicapai. hanya 15 menit, seperti rally off road aja, kondisi jalan lebih sulit lagi, penuh lumpur dan tanjakan. Akhirnya tim memutuskan melanjutkan dengan jalan kaki. Nah...ini baru namanya survey alam, berbasah basah karena masih diguyur hujan. 9 orang. Berjalan melalui aliran sungai kecil, kaki terperosok, tergelincir, terjerembab, tergores duri...menjadi hal yang biasa. menaiki 3 bukit yang sangat terjal, menapaki lereng tebing yang terjal. Kehati-hatian menjadi kunci utama, Tetapi tetap aja terperosok dan tergelincir. Memasuki hutan yang sepertinya belum terjamah, merintis jalan, merunduk. Sesekali berhenti memperhatikan sekitar, melihat ke arah mana harus berjalan.

Ketika menaiki gunung yang pertama, aku terperosok ke lubang (atasnya tertutup daun2 dan tanah, seperti tidak ada lobang). Refleks tanganku menaha
n di sisi lobang. kaki menggantung tidak tahu seberapa dalam lobang itu. Kaki, tangan memar. Sakit juga, perih. Perjalanan lanjut lagi, kadang salah arah, dan balik lagi. Ketika menuruni lereng gunung batu, kembali aku terperosok, lebih parah lagi. Badanku masuk lobang batu, untung kaki kiri masih menggantung, sehingga menahan tubuhku yang sudah masuk lobang. Sesaat tidak bisa bernafas, tapi aku harus menahan kakiku, agar tidak jatuh. Nah kejadian ini yang melukis goresan sekitar 15 cm di punggungku di bagian punggung tengah, dari kanan atas ke kiri bawah. Beruntung punggungku dibalut kain dan jaket sehingga tidak sampai luka berat. Sakit bangat.

Survey dilanjutkan lagi menaiki gunung ke tiga dengan kondisi lereng yang terjal. tanaman berduri, menuruni punggung gunung, mengikuti aliran sungai, hingga menanjak ke puncak gunung di mana lokasi pilar PBU 13 ditemukan. Lega juga. akhirnya ditemukan setelah survey (lintas alam, hutan, hujan) selama 2,
5 jam. Hujan masih mengguyur, tetap basah. Pacet menempel di kaki dan perut.... uh..uh.. betul2 satu perjuangan yang melelahkan dengan topografi yang sangat sulit. Mengukur posisinya dan foto bersama di tengah hutan basah diguyur hujan. Posisinya 030 06’ 05.4” LS dan 1220 13’ 34.0” BT.

Perjalanan pulang terasa lebih rileks karena yang disurvey sudah ditemukan. Pak Gondo yang tidak
melanjutkan survey (berhenti mendekati puncak yang kedua) tersusul dalam perjalanan balik ke lokasi mobil. Tertatih-tatih, sesekali berhenti, hirup nafas, seger.... lanjut lagi jalan.. Sepatu penuh lumpur, basah kuyub. Akhirnya setelah 1,5 jam, bertemu dengan rombongan, dan siap pulang ke rumah dinas camat wiwirano. Aqua menjadi penyelamat dahaga yang tertahan sejak awal survey. 4 jam lamanya mensurvei PBU 13. Hari sudah jam 5 sore. Survey ke PBU 15 tidak dilanjutkan lagi. Waktu tidak memungkinkan.

Jam 7 malam tiba di rumah pak camat, mandi....seluruh tangan perih....banyak luka tergores duri, dan memar di punggungku membuat aku menahan sakit. Malamnya diskusi dan membuat berita acara dan rencana berikutnya. Jam 9 malam, pulang ke Kendari. Kondisi jalan jauh lebih parah karena diguyur hujan. Satu mobil (KIA Trafelo) tidak bisa melewati medan, akhirnya ditinggal, ditunggui 2 sopir di tengah hutan. Rombongan di pindah ke Bus yang sudah melewati kubangan lumpur. Pak Karo Pemerintahan Sulteng sangat piawai mengemudikan Inovanya. Dia benar2 seorang pembalap off road padahal usianya sdh mendekati 56 tahun. Perjalanan ke Kendari 8 jam (beliau sendiri yang nyetir).

Subuh (jam 5) tiba di Kendari trus cari hotel. Mata berat menahan kantuk. Tidur hanya sebentar, jam 11 cek out, cari oleh2 diantar bu Andi Nona (kabag pemerintahan Sultra), cari sandal pak gondo (sepatunya rusak). Pakaian dan sepatu survey yang masih basah, dimasukkan kardus (biar rapi, jangan2 terbawa juga pacetnya,
kata bu nona)...... Terbang dengan Merpati Airlines, sore hari, tiba di makassar malam. Cari2 hotel diantar Kapten Syarifudin (Topdam VII/Wirabuana)... akhirnya nginap di hotel Anging Mamiri. Tiket ke Jakarta belum ada. Setelah makan malam, menu utama ikan bakar dan tenggiri pepes, balik ke hotel dan tidur. Jam 4 pagi mandi, kemas2 ke bandara. Sarapan di hotel dan go ke Hasanudin Airport. Jam 10 WIB tiba di Bandara Sukarno Hatta, langsung ke kantor, ada kasus penjualan pulau.

Goresan memar di punggung, jadi tanda mata dari survey kali ini. Demam, sampai hari ini masih meriang, mungkin karena meradang kali...

Nah itu dia ...ceritaku kali ini.....